Rasulullah SAW bersabda:
“Seseorang itu akan mengikuti agama temannya, karenanya hendaklah salah seorang di antara kalian mencermati kepada siapa ia berteman.” {Hadits hasan riwayat Tirmidzi (no. 2387), Ahmad (no. 8212), dan Abu Dawud (no. 4833)]
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
Dalam ilmu sosiologi/psikologi ada yang disebut dengan peer group (teman bermain). Peer group merupakan agen sosialisasi lain di luar keluarga, seperti teman sepermainan, tetangga, dan teman sekolah. Mereka saling berinteraksi dan memengaruhi serta saling membentuk nilai dan norma yang disepakati bersama.
Di sinilah titik maslahat dan mudharat pertemanan, tergantung seberapa baik dan buruk nilai dan norma yang dipertukarkan dan disepakati, sebagaimana pesan Nabi SAW di atas.
Pada pesan lainnya Rasulullah SAW bersabda:
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya. Dan kalau pun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalau pun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Nashiruddin Al Albani juga mengatakan bahwa hadits ini tergolong sahih sehingga bisa dijadikan hujjah (Silsilah Al Ahadits Ash Shohihah 7/26)
Mengenai makna hadits ini, Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan:
“Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang
dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits ini juga mendorong
seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat
dalam agama dan dunia.” (Fathul B?ri 4/324).
Dampak keburukan teman tersebut akan dapat mengenai kita. Misalnya, jika yang bersangkutan kerap menipu, mencuri, dan berbagai tindak pidana lainnya, maka kedekatan kita dengannya bisa dianggap sebagai bagian dari persekongkolan dalam kejahatan tersebut.
Sebaliknya, jika teman kita tersebut seorang yang dikenal publik berkepribadian jujur, maka keberadaan kita sebagai teman yang bersangkutan juga akan dihormati masyarakat.
Jika seseorang manusia telah membersihkan dirinya dan bersungguh-sungguh menggapai hidayah, otomatis kecintaannya kepada saudaranya yang seiman pun akan tumbuh.
Sebagaimana hadits SAW:
“Ruh-ruh itu seperti tentara yang berhimpun yang saling berhadapan. Apabila mereka saling mengenal (sifatnya, kecenderungannya dan sama-sama sifatnya) maka akan saling bersatu, dan apabila saling berbeda maka akan tercerai-berai.” (HR Bukhari dan Muslim)
Bahkan, Allah SWT telah menggambarkan bahwa pertemanan itu pun akan terbawa hingga akhirat. Pertemanan orang jahat akan saling mencelakakan pada hari akhirat, karena masing-masing saling melempar kesalahan kepada temannya. Sebaliknya, pertemanan sesama orang bertaqwa akan saling menjadi saksi atas kebaikan satu sama lain.
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” ( QS Zukhruf: 67)
Ayat di atas diperjelas dengan Firman Allah di Surat Al Furqan ayat 28-29.
“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Alquran ketika Alquran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.“ (Al-Furqan: 28-29)
Sebaliknya, pertemanan orang bertakwa akan mengobrol penuh suka cita di surga bertanya sebab satu sama lain bisa masuk surga. Ini digambarkan Allah SWT pada surat (Aththuur: 25-27)
“Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling tanya-menanya."
Dampak keburukan teman tersebut akan dapat mengenai kita. Misalnya, jika yang bersangkutan kerap menipu, mencuri, dan berbagai tindak pidana lainnya, maka kedekatan kita dengannya bisa dianggap sebagai bagian dari persekongkolan dalam kejahatan tersebut.
Sebaliknya, jika teman kita tersebut seorang yang dikenal publik berkepribadian jujur, maka keberadaan kita sebagai teman yang bersangkutan juga akan dihormati masyarakat.
Jika seseorang manusia telah membersihkan dirinya dan bersungguh-sungguh menggapai hidayah, otomatis kecintaannya kepada saudaranya yang seiman pun akan tumbuh.
Sebagaimana hadits SAW:
“Ruh-ruh itu seperti tentara yang berhimpun yang saling berhadapan. Apabila mereka saling mengenal (sifatnya, kecenderungannya dan sama-sama sifatnya) maka akan saling bersatu, dan apabila saling berbeda maka akan tercerai-berai.” (HR Bukhari dan Muslim)
Bahkan, Allah SWT telah menggambarkan bahwa pertemanan itu pun akan terbawa hingga akhirat. Pertemanan orang jahat akan saling mencelakakan pada hari akhirat, karena masing-masing saling melempar kesalahan kepada temannya. Sebaliknya, pertemanan sesama orang bertaqwa akan saling menjadi saksi atas kebaikan satu sama lain.
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” ( QS Zukhruf: 67)
Ayat di atas diperjelas dengan Firman Allah di Surat Al Furqan ayat 28-29.
“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Alquran ketika Alquran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.“ (Al-Furqan: 28-29)
Sebaliknya, pertemanan orang bertakwa akan mengobrol penuh suka cita di surga bertanya sebab satu sama lain bisa masuk surga. Ini digambarkan Allah SWT pada surat (Aththuur: 25-27)
“Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling tanya-menanya."
sumber : http://ramadan.okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar